REALISASI AGAMA DAN BUDAYA
DisusunUntuk MemenuhiTugasMakalah
Pada Mata Kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
Oleh :
·
Musyafaq (15220047)
·
Bima krisbiantoro (15220029)
·
Kartika apriliana (15220035)
·
Ayuni Nur Azizah (15220021)
·
Dosen Pembimbing
Khoirul
Ummatin,S.Ag.,M.Si
NIP. 197103281997032001
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
KATA
PENGANTAR
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
Puji Syukur kehadirat Allah Swt., atas rahmat
serta karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
dengan judul “ REALISASI ADAMA DAN BUDAYA.”
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada beliau Nabi
Muhammad Saw. yang kita nantikan syafa’atnya di dunia sampai hari kiamat. Amin.
Adapun terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari peran berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Semoga Allah
Swt. memberikan balasan kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya
makalah ini. Amin.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, serta kemampuan yang saya miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran
demi kebaikan dan penyempurnaan karya tulis ini, Penulis terima dengan baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Amin.
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................ i
KATA
PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR
ISI........................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. LatarBelakang............................................................................. 1
B. RumusanMasalah........................................................................ 1
C. TujuanPenulisan.......................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
............................................................................... 3
A.
Prinsif Tauhid Sebagai Basis Relasi............................................. 3
B.
Agama Dalam Kebudayaan.......................................................... 7
C.
Faktor yang Mempengaruhi Prakti
Agama................................... 8
D.
Bertemunya Agama dan Budaya................................................. 10
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 12
A.
Kesimpulan................................................................................. 12
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pembahasan
pada makalah ini akan menguraikan tentang Realisasi pada agama yang dimana
agama dalam betuk yang sangat sederhana di masyarakat sudah mengandaikan adanya
dzat yang agung dzat yang memiliki kekuatan dan bisa memberikan pertolongan
kepada manusiaa disaat manusian berada dalam kesulitan. Disamping itu pemikiran
sederhana tentang kekutan diluar diri manusia, kemudian disistematiskan dalam
kepercayaan kepada benda-benda keramat, azimat, rah nenek moyang,para dewa dan
terus mengalami penyempurnaan ahirnya kepada Tuhan.perkembangan masyarakat dari
sederhana sampai titik sempurna penguatan kepercayaan atau keyakinan secara
EVOLUSIONER inilah yang menghantarkan manusia melewati dari”polytheistik” dalam
kepercayaan, manjadi “monotheistik” mempercayai atau mengimani kepada Allah.
Setelah manusia ber tauhid, maka kepercayaan manusia dituntut dengan benar dan
beribadah hanya kepada Allah Tang Maha Esa,Yang Maha Penolong dan Maha Pengasih
kepada semua mahluknya.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah yang terkan dung dalam makalah ini adalah ;
1. Pengertian tentang Realisasi agama dan
budaya ?
2. Apan itu Prinsif Tauhid Sebagai Basis
Realisasi ?
3. Bagaimana tata cara bertauhid yang
benar?
4. Pengertian agama dalam kebudayaan ?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi
praktik agama ?
6. Apa kaitannya bertemunya agama dan
budaya?
C. TUJUAN PENULISAN
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada penulis dan juga sebagai
pembelajaran bagi penulis. Disamping itu, penulisan makalah ini juga diharapkan
untuk :
1. Mengetahui tentang pengertian realisasi
agama dan budaya .
2. Mengerti apa itu Pengertian prinsif
tauhid sebagai basis relasi
3. Memahami tata cara bertauhid yang benar
4. Faham mengenai agama dalam budaya
5. Mengetahui faktor praktik yang mempengaruhi dalam agama
6. Mengetahuitentang bertemunya agama dan
budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A. PRINSIF TAUHID SEBAGAI BASIS RELASI
Dalam
sejarah perjalanan manusia yang diwarnai serba kontradiktif pada proses
spritual dan budayanya Tidak mungkin ada peradaban di dunia tanpa keyakinan
dasar (basic belief)
1. Sebaliknya, setiap peradaban di muka
bumi ini pasti memiliki keyakinan dasarnya masing-masing. Berbagai keyakinan
dasar yang dimiliki satu peradaban tersebut kemudian berakumulasi menjadi
pandangan dunia (worldview)
2. Sedangkan worldview inilah yang
menjadi cara setiap orang memahami
kehidupan, serta menjadi asas bagi setiap kegiatannya
3. Berbagai persoalan dan kegiatan yang
difahami dan didasarkan pada prisma pandangan hidup tersebut mencakup masalah
apapun, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.
4. Tauhid adalah keyakinan mengenai Allah sebagai
satu-satunya Tuhan yang tidak beroknum dan bersekutu.
5. Yang merupakan
sumber segala suatu dan karenanya paling layak dan berhak untuk diagungkan.
Keyakinan demikian berkembang menjadi prisma pandangan hidup tauhîdî yang
melihat kehidupan dalam prinsip-prinsip kesatuan. Dari pandangan hidup tauhidi
ini, konsep ilmu yang secara alamiah tumbuh dan matang dalam Islam dicirikan
dengan keterhubungan dengan Tuhan, memperhatikan aspek materi-ruh dan
dunia-akhirat, serta menerima adanya satu nilai yang final bersandar pada
wahyu.
6. Masalahnya, ketika hari ini peradaban Islam berada
dalam posisi terhegemoni peradaban Barat, ilmu yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat Islam didominasi oleh ilmu yang dikembangkan oleh peradaban Barat
tersebut. Padahal, Barat memiliki keyakinan dasar yang menafikan Tuhan (ateis).
7. yang kemudian mengkristal menjadi pandangan hidup
sekular (secular worldview) dengan ciri meniadakan unsur-unsur
keanggunan pada alam semesta (disenchantment of nature), menidaksakralan
politik (desacralization of politics), serta menafikan finalitas nilai (deconcecration
of values).
8. Hal tersebut
bukanlah persoalan sederhana karena pada gilirannya pandangan hidup dari
anak-anak peradaban Islam yang keyakinannya tauhid menjadi tersekularkan.
Sehingga dalam konsep keilmuan dan sistem berfikirnya, iman tidak berhubungan
dengan ilmu, alam semesta sepenuhnya material, menolak keberadaan alam
metafisik, menyandarkan kebenaran pada alam empiris dan rasio, mempertentangkan
sifat subyektif-obyektif ataupun rasionalisme empirisme pada ilmu, dan
sebagainya. Maka bukan hal yang mengagetkan jika muncul pernyataan-pernyataan
seperti: “Tuhan kan mutlak, manusia yang relatif tidak mungkin bisa
mencapainya”, “jika mengkaji persoalan demikian, lepaskan dulu imannya”, “yang
tidak rasional dan tidak ada bukti fisiknya tidak bisa dinyatakan benar”, dan
sebagainya.
Namun
realitasnya, kebutuhan manusia akan peran tuhan dalam kehidupan menjadi
beragama dari sisi implementasi, sehingga wujut keimanan manusiabesar ada pada
agama-agama besar dan ada sebagaian kecil menganut pada athiesme. Bagi orang
yang mampu menunaikan kewajiban dan dilaksanakan ajaran agama yang sempurna ,
itu artinya seorang muslim yang terjaga solat dan puasanya ,terjaga zakat dan
hajinya, karena mereka memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyempurnakannya.
Cara
bertauhid secara benar menurut islamdi gariskan dalam AL-Qur’an surat
AL-Ankabut ayat 56”Hai hamba-hamba ku yang beriman, sesungguhnya bumi ku sangat
luas maka sembah lah aku” Ayat memberi pelajaran bahwa bertauhiditu urusan hati
“keyakinan”dengan segala kesungguhannya
dari seorang hamba kepada Yang Maha Kuasa dan yang berhak Disembah.oleh kareana
itu, Allah menandaskan kembali prinship tauhid dalam surat AL-Hasr ayat
18,”haiorang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertaqwawalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Dengan
mengacu pada prinsip-prinsip tauhidmenurutislam sebagaimana di tegaskan Allah
dalam Al-Qur’an tersebut, maka tauhid memiliki relevansi dengan pengakuan,
penyembahan, ketaqwaan dan ketawakalan kepada Allah. Apa yang dikerjakan setiap
mahluk tidak luput dari pengteahuan dan pengawasan Allah. Tindakan apapun dari
seorang hambayang melebihi kewenagan Allah, mereka tidak bisa melepas dari pengawasan-Nya,
maka sungguh sangat membahayakan ketauhidan mereka, karena keyakinan mereka di
selimuti kesombongan, keangkuhan dan merasa benar sendiri menjadikan mereka
sulit keluar dari kubangan kesesatan yang menjerumuskan.
Prinsip
dasar menjadi penting sebagai argumentasi ketika islam yang sosiologis harus
membanggun relasi dengan kebudayaan. Persoalan tauhid menjadi kerangka ukur
dari sebuah proses ketika manusia mereproduksi sosial dan budaaya. Kisah lukman
menanamkan tauhid kepada anaknya menjadi lembar pembukaan bagai manan tauhid
itu harus disampaikan kepada manusia sejak usia dini. Kata-kata”wahai anakku,
jangan lah musrik kepada Allah “ dari seorang lukman kepada anaknya menjadi
proses pembelajaran penting bahwa penanaman tauhid memerlukan sentuhan humanis
bukan idiologi yang keras dan menakutkan.
Penanaman
ketauhidan dengan penuh kasih sayang, menjadikan
eksistensi tuhan ,
biasa terpatri
dalam sanubari hambanya. Harus disadari, proses ketauhidan memerlukan sebuah
prosese panjang dan pendalaman dengan
warna pengalaman spritual masing-masing secara beralahan akan sampai bangunan
tauhid yang kuat. Ketika mata melihat berbagai keagunggan Tuhan, telingga
mendenggar berbagai cerita-cerita tentang keimanan, dan qolbu menghayati
desiran tauhid, maka yang terjadi adalah getaran jiwa_jiwa yang sejuk dan
tenang dengan sebuah ketundukan dan kepatuhan akan keberadaan Tuhan Yang Maha
Pemurah, Pengasih dan Penyayang.
Kesadaran
atas keyakinan yang dibangun dengan pondasi kasih sayang sebagai wujud pancaran
kasih sayang Allah, akan melahirkan prilaku satuan sebagai wujud hamba-hamba
yang diselimuti kasih sayang-Nya Allah. Sikap
menghargain tahapan dan kadar kemampuan bertauhid seseorang, bukan perkara
mudah dalam alam pluralisme kebudayaan ketika bersentuh dengan modernisasi dan
liberalisasi sosial keagamaan. Kesesatan tauhid sangat mudah terjadi pada siapa
saja. Orang yang membangkang diri atas pemikirannya yang jauh dari kemampuan
kailmuan, berpeluang menggelincirkan tauhid seseorang.
Padahal kalau bicara tentang tauhid, allah dengan
segala hak-hak nya secaraa jelas tegas menandaskan yang terdapat dalam surat
Yunus (105); Dan (aku telah perintahkan):”hadap kanlah mukamu kepada agama
dengan tulus dan ihlas, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musrik.
(106); dan jangan lah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan
tidak (pula) memberimu mudhorot kepada mu selain Allah; sebab jika kamu berbuat
(yang demikian) itu, maka sesungguh nya kamu kalau begitu termaasuk orang-orang
yang zalim.
Memerhatikan ayat AL-Quran tersebut, batasan-batasan
antara tauhid dan musrik sudah sangat jelas (qa’i), bukan wilayah abu-abu(dzani)
yang harus diperdebatkan dan diperselisihkan anrata satu orang dengan orang
lain. Janganlah dengan sebab sebuah kebodohan dan kesombongannya, manusia
merangkak memasuki wilayah hak allah, karena bukan mustahil orang akan
dijerumuskan dalam lembah kesesatan akibat perilaku dirinya sendiri. Oleh karena
itu, Allah mengingat kepada hamba-hanbaNya untuk selalu menjaga diri dan
keluarga dari siksa api neraka.
Istilah menjaga dalam konteks ketauhidan, sangat
berbeda dengan kata”perangi atau musuhi”, karena dalam tugas menjaga memiliki
konotasi agar orang-orang dijaganya
tidak melakukan pengingkaran atau penyembahan selain Allah, kalau
terjadi pengingkaran dan penyembahan selain allah , maka tugas penjaga adalah
mengingatkan dan meluruskan kembali terhadap peristiwa (pengingkaran dan
menyekutukan) kepada Allah.
Menjustifikasi kemusrikan seseorang bukan menjadi
wilayah tugas penjagaan, kalau diantara kita ada yang memaksakan diri melakukan justifikasi atas ketauhidan
seseorang, maka tindakan mereka sudah melampaui batas kewenanggan penjagaan,
dan iyulah dalam agama di istilahkan dengan perbuatan zalim, karena melakukan
perbuatan melampaui batas-batas yang sudah di tentukan. Inilah bentuk kesesatan
tauhid dalam sebuah agama, dimana agama tidak mengajarkan tapi umatnya yang
membuka wacana sendiri dan mengembangkannya sendiri untuk mempengaruhi orang
lain.
Sistem kepercayaan kepada Tuhan yang di bangun melalui
aturan yang adad dalam kitab suci yang dilengkapi dengan ritual atau amalan
ibadah akn menjadikan tingkat kesempurnaan keagamaan seseorang menjadi lebih
baik,. Iman yang dimiliki seseorang pada dataran implementatif berbentuk
melalui sarana dan prasaran yang dalam agama disebut
dengan Simbol-simbol agama sebagai sarana mengempirikan unsur-unsur empiris
agama. Oleh karena itu logis, perbedaan keyakinan terhadap tuhan, dan implikasi
selanjutnya adalah terjadinya perbedaan cara ibadah, perbedaan kitab suci, dan
perbedaan sarana prasaran agama. Ahirnya
ketaatan yang muncul kepada tuhan dalam bentuk ibadah seseorang, sementara
untuk pada sisi sosiologis nampak masih menjadi pertanyaan yang harus
didiskusikan.
Kita sudah terbiasa berfikir linier mengasumsikan atas
sisitem kepercayaan dan sarana ibadah yang dimiliki setiap agama, bahwa agama
telah membantu mendorong terciptanya dan terlaksananya kewajiban-kewajiban
sosial, sehingga agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial
yang terpadu dan utuh. Kemudian agama juga telah berhasil memainkan peranan
vitaldalam memberikan kekuatan memaksa mendukung adat istiadat yang berlaku,
hubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang timbul oleh Sakral(Nottingham
1997:36).
Poin penting yang dapat dipahami dari reproduksi
“cipta,rasa dan karsa”dalam tata kelola kehidupan manusia adalah perlunya
nilai-nilai yang mewarnai proses produksi yang tetap berbasis pada nilai-nilai
tauhid. Alur pemikiran manusia atas reproduksi kebudayaan dipastikan akan
melakukan penolakannya, kalau nilai-nilai tauhid samasekali tidak diindahkan,
terlebih lagi harus bersebrangan dengan nilai-nilai tauhid. Untuk menjamin
keharmonisan antara agama dan budaya dalam alam realitas, maka keduanya harus
sama-sama menunjukan eksistensinya bukan saling mengasikan.
B. AGAMA DAlAM BUDAYA
Agama
dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, walaupun dua-duanya
berbeda. Manusia memang membutuhkan agama dan kebudayaan adalah sebagai sarana
penyempurna dirinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk yang
berbudaya. Begitu juga dengan agama, untuk membantu membangun basis kultural di
masyarakat akan membutuhkan kebudayaan. Hubungan fungsional tersebut ,
menjadikan kebudayaan yang ada tidak akan keluar dari bingkai tauhid. Oleh
karena itu, kebudayaan yang sedang berkembang sangat membutuhkan agama dalam
upaya menunjukan eksistensinya. Dari sinilah keduanya telah terlihat saling melengkapi
dan saling mendukung pada wilayah-wilayah religio-kultural dalam kehidupan
manusia,
Kebudayaan
adalah ide-ide, gagasan, kelakuan sosial sedangkan benda-benda kebudayaan
adalah sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk mencapai sebuah kemajuan.
Berkarya adalah sebuah hasil kebudayaan. Manusia akan menemukan dan
menghasilkan kebudayaan disaat manusia masing-masing menghasilkan suatu karya.
Kemampuan
manusia mewujudkan alam pikiran menjadi alam realita yang diproduk menjadi
kebudayaan yang tidak pernah berhenti. Dan sudah menjadi tugas kekhalifahan
yang disanggupinya, ketika makhluk lain tidak sanggup menanggungnya.
Manusia
sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain.
Begitu juga dengan berkarya, berkarya tidak sempurna bila tidak dengan bantuan
orang lain. Mansuia sangat membutuhkan agama dan pertolongan kekuatan Tuhan
dalam setiap pekerjaan yang ditanggungnya.
Telah
menjadi sebuah takdir, mausia dilengkapi oleh Alloh dengan hal-hal yang
berkaitan dengan kecerdasan, ide-ide, pemikiran, rasa serba ingin, tingkah laku
dan perbedaan perilaku diantara manusia. Semuanya adalah satu sistem yang
mengarah kepada proses yang nantinya akan menghasilkan sebuah kebudayaan.
Bertemunya agama dan kebudayaan dalam
diri manusia, dimana agama akan masuk dalam keyakinan dan kebudayaan, maka
titik utama berada pada ide atau gagasan yang sedang dibangun, sehingga tidak
terjadi sebuah kontra dengan sebuah daftar keinginan manusia.
Adanya
agama dan kebudayaan dalam kehidupan manusia, karena keduanya melekat pada
manusia. Kebudayaan saling mempengaruhi secara timbal balik. Mau islam atau
kafir adalah pilihan sadar akal manusia. Setiap manusia telah diperintah untuk
menggunakan akal pikirannya, dan ini adalah perintah berbudaya. Dan akhirnya
islam dan kebudayaan hidup bersama tanpa pertentangan. Kedekatan antara agama
dan kebudayaan sebagai perilaku manusia menuju kesempurnaan. Dan jika
kebudayaan terpisah akan menjadi mala petaka, kecenderungan mementingkan yang
serba materiil dan serba dunia dan akan melalaikan manusia dari sisi akhirat.
Agamapun tidak membedakan kecintaannya dan bahkan didorong untuk mewujudkan
keseimbangan untuk kebaikan pada dunia dan akhirat.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK AGAMA
Pada
dasarnya setiap agama mempunyai ajaran dan perintah kepada umatnya dan
umat-umat tersebut pun diharapkan dapat mematuhi norma-norma yang lahir dalam
agama tersebut. Walaupun ajaran yang diperintahkan ada yang bersifat wajib dan
ada pula yang sunah. Tetapi entah itu wajib ataupun sunah mereka berdua tetap
sebuah amalan yang mulia bagi manusia dihadapan Tuhan. Hanya saja kadar
posisinya yang berbeda, namun ketika iman dan ibadah tersebut diletakkan pada
dunia sosial manusia, akan menjadi beragam wujudnya karena dipengaruhi beberapa
nilai-nilai sosial dan kultural yang ada pada masyarakat.
Esensi
dari agama islam adalah ketundukan, kepasrahan dan kepatuhan seorang hamba
kepada Sang Khaliq, yang pada akhirnya akan menemukan sebuah kebahagiaan.
Semuanya telah tertata rapi oleh nabi ke dalam bentuk ibadah yang mana sebagai
bentuk kepatuhan manusia kepada Tuhan.
Ada
dua jalan masuk untuk mengampu tanggung jawab sebagai muslim.
Pertama, seseorang dikatakan beragama islam
dan memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan ibadah, dihitung saat pertama
kalinya mengucapkan lafadz syahadat. Dan dengan bersyahadat adalah salah satu
pilar terpenting dalam agama islam.
Kedua,
setiap muslim harus konsisten menjalankan amal ibadah untuk mencari
keridhoan-Nya sebagaimana yang telah diperintahkan Alloh untuk para umat-Nya.
Semua kepatuhan, kepasrahan manusia semata-mata untuk mencari keridhoan Alloh
dan itu adalah kata kunci dari ibadah.
Pandangan
Al-Ghozali tentang kemurnian sifat manusia, manusia terlahir dengan kedaan yang
baik. Dan untuk mendatangkan kebaikan, ia harus memelihara dan mengembangkan
kebaikannya itu secara maksimal.
Langkah
selanjutnya sesudah membaca dua kalimat syahadat adalah melakukan amal ibadah.
Bertaqwa kepada Alloh, agar terjadi interaksi hamba dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitar.
Semakin
banyak nilai ibadah seseorang, maka akan tinggi pula nilai kadar keimanannya.
Begitu juga sebaliknya. Dan jika melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dengan
diniatkan karena Alloh, maka perbuatan-perbuatan tersebut dinamakan dengan
ibadah. Dengan begitu, Alloh akan memberikan balasan yang setimpal terhadap
orang-orang yang telah melakukan perbuatannya selama hidup di dunia. Semua
balasan akan diberikan pasca kematian seseorang dan kehancuran dunia. Antar
orang baik dan orang yang jahat, akan mendapatkan porsinya masing-masing yang
mempunyai perbedaan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi praktik pengalaman ajaran agama :
1. Faktor sejarah
Proses perjalan
waktu akan menunjukan sebuah perubahan, mulai dari kondisi alam, interaksi
sosial, akulturasi agama dan budaya.faktor tersebut berpengaruh dalam
menentukan praktik pengamalan ibadah.tidak mungkin kemungkinan dalampelaksanaan
ibadahmasa lalu masih menjadi bagian yang dilestarikan dalam islam
2. Fungsi agama
Agama adalah
suatu sumbangan untuk mewujudkan adanya kesholehan pribadi dan kesholehan
sosial. Karena manusia akan menjalankan perintah-perintah agama sampai pada
titik kesempurnaan.agama menjamin kelancaran hubungan antaraindividu dengan
tuhan. Nottingham manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk
kelangsungan hidupdan memelihara sampai batas minimalagama memiliki daya paksa
untuk melaksanakan kewajiba-kewajiban mminimal diperlukan untuk mempertahankan
ketertiban masyarakat dalam peranan ini
agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan
utuh.kemudian agama juga telah memainkan peranan vital dalam memberikan
kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat istiadat(nottigham
1997:35-36)
3. Kesadaran dan pemahaman terhadap agama
Agama satu
memberi elongaran kepada umatnya untuk menjalankan ajaran agama dengan suka
rela dan tanpa paksaan. Namun pada kondisi tertentu islam memberi kewenangan
dengan ketat memaikan peran daya paksanya untuk mewujudkan sebuah kesetabilan
sosial. Namun secara sosiologis, peraktik pengamalan agama itu sangat di
pengaruhi oleh adanya kesadaran dan pemahaman manusia terhadap agamanya.
Proposi kesadaran dan pemahaman agama memang menjadi lebih domona ketimbang
daya paksanya untuk pengamalan praktik agama .
D. BERTEMUNYA AGAMA DAN BUDAYA
.
Agama dan budaya dalam praktik keseharian harus menunjukan tingkat
keharmonisan. Meski tanpa harus
menghilangkan jai diri masing-masing .Karena agama bersumber pada keyakinandan
kebenaran hakik yangitidak mungkin lebur dalam sebuah kebudayaan ditengah
perubahan sosial. Agama dan budaya harus melakukan kerja sama untuk
mengantisipasi masalah kemanusiaanyang akan terjadi di era globalisasi.
Problem-problem unuversal tentang kemanisiaan tersebut merupakan pilihan paling
mungkin untuk mempertemukan antara agama dan kebudayaan.
Dalam
kitan persoalan ini lebih spesifik bisa ditanggulangi secara bersama sebagai
akibat dari kemajuan zaman menjadi tidak krusial ketika umat islam jika iku
ambil bagian dalam menghadapi perso’alan yang mungkin timbul di masyarakat
isu-isu modernisasi dan globalisasi dengan segala efeknya bukan menjadi alasan
pembenaran untuk tidak tampil menjadi penjembatan pengurai persoalan manusia
berbudaya akan selalu hadir bersama problematikanya dan kemampuan mengurai
menjadi lebih manfaat sehingga tatanan kehidupan manusia menjadi lebih baik
Manusia
berbudaya akan selalu hadir bersama problematikanya dan kemampuan mengurai
menjadi lebih manfaat, sehingga tatanan kehidupan manusia akan menjadi lebih
baik. Kehadiran islam sangat diperlukan, ketika gempuran modernisasi akan
menyerbu ke jantung-jantung tradisi, yang mengakibatkan budaya pada titik nadir
dan harus diselamatkan. Dan disini agama menjadi sangat penting untuk
menyelamatkan kebudayaan.
Transformasi
pasti terjadi di masyarkat berbudaya harus sama-sama dijaga oleh kelembagaan
agama dan sosial. Peran ini jelas untuk mencari jalan keselamatan sebagai
bentuk sunmgangan agama terhadap kebudayaan agar tidak mengalami kepunahan. Dalam kasus ini, jelas kehadiran
islam mutlak diperlukan ketika gempuran modernisasi akan terus meyerbu ke
jantung-jamtung tradisi, yang mengakibatkan budaya berada pada titik nadir dan
harus diselamatkan. Dalam konteks ini jelas eksisitensi agama menjadi bagian
penting dan harus mendominasi pemikiran-pemikiran yang memiliki relevasi dengan
kebudayaan.
Ditengah
keruwetan-keruwetan sosio-buadaya,dengan munculnya agenda-agenda global yang
akan menggerusi nilai-nilai budaya lokal pada ahirnya setiap orang membutuhkan
perlindungan agar keberadaanya tidak terancam dari kepunahan, sehingga budaya yang
dimiliki masih tetap eksis. Islam dengan tawaran pembaharuan dan
langkah-langkah penyempurnaan terhadap setiap budaya dan tradisi yang ada, pada
prosesnya akan bertemu pada sebuah kebersamaan dan saling memberi manfaat.
Langkah inilah yang akan mempertemukan islam sebagai sumber inspirasi kemajuan
kebudayaan.
Peran
manusia yang lengkap dengan potensi bawaan “agamis-sosial-kultura”, pasti tidak
akan bisa menghindar dari arah yang menuju pada perwujudan kebaikan dan
kemajuan. Ihtiar manusia ini lebih bersifat dinamis untuk mengelola dan
mengarahkan atas dinamika sosial dan
budaya yang terjadi dengan tanpa mengesampingkan prinsif-prinsif islam. Pada
titik inilah agama bisa bertemu dengan kebudayaan dengan tampilan wajahnya yang
harmonis, untuk sama-sama menuju kemaslahatan umat.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi prinsif tauhid sebagai relasi
merupakan hubungan yang dimana realitasnya tidak dapat dipisahkan dengan peran
ketuhanan .namun realitas kebutuhan manusia akan peran tuhan dalam kehidupannya
menjadi beragama dari sisi implementasi. Dan agama dalam budaya tidak dapat
dipisahkan karena keduanya berkedudukan sangat penting yang dimana dalam proses
kreatif dan inofatif manusia dalam kesehariannya sebagai penyempurna dirinya
sebagai mahluk tuhan,mahluk sosial dan mahluk budaya.setiap agama
mengerjakandan memerintahkan kepada umatnya , untuk memenuhi norma-norma yang
dimana norma tersebut sudah di tetapkan sebagai ajaran dan pelaksanaan
pengamalan ajaran agama yang sudah disistematiskan dalam keimanan dan ibadah
ada yangmasuk dalamkategori wajib dan ada pula yang sunnah .
DAFTAR
PUSTAKA
Sejarah islam
dan budaya lokal Kearifan Islam Atas
tradisi Masyarakat(Khoiru Ummatin)
Comments
Post a Comment