Skip to main content

Makalah Sejarah Islam dan Budaya Lokal




REALISASI AGAMA DAN BUDAYA
DisusunUntuk MemenuhiTugasMakalah
Pada Mata Kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM




Oleh :



·         Musyafaq                                      (15220047)
·         Bima krisbiantoro                          (15220029)
·         Kartika apriliana                            (15220035)
·         Ayuni Nur Azizah                         (15220021)
·          




Dosen Pembimbing


Khoirul Ummatin,S.Ag.,M.Si
NIP. 197103281997032001



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015











KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM
Puji Syukur kehadirat Allah Swt., atas rahmat serta karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM dengan judul “ REALISASI ADAMA DAN BUDAYA.”
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada beliau Nabi Muhammad Saw. yang kita nantikan syafa’atnya di dunia sampai hari kiamat. Amin.
Adapun terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari peran berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Semoga Allah Swt. memberikan balasan kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini. Amin.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, serta kemampuan yang saya miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran demi kebaikan dan penyempurnaan karya tulis ini, Penulis terima dengan baik.
 Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.


Yogyakarta, 04 Oktober 2015


       Penulis








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i   
KATA PENGANTAR  ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I        PENDAHULUAN............................................................................. 1
                   A.   LatarBelakang............................................................................. 1
                   B.   RumusanMasalah........................................................................ 1
                   C.   TujuanPenulisan.......................................................................... 2
BAB II       PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A.    Prinsif Tauhid Sebagai Basis Relasi............................................. 3
B.     Agama Dalam Kebudayaan.......................................................... 7
C.    Faktor yang Mempengaruhi Prakti Agama................................... 8  
D.    Bertemunya Agama dan Budaya................................................. 10
BAB III   PENUTUP............................................................................................. 12
A.      Kesimpulan................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pembahasan pada makalah ini akan menguraikan tentang Realisasi pada agama yang dimana agama dalam betuk yang sangat sederhana di masyarakat sudah mengandaikan adanya dzat yang agung dzat yang memiliki kekuatan dan bisa memberikan pertolongan kepada manusiaa disaat manusian berada dalam kesulitan. Disamping itu pemikiran sederhana tentang kekutan diluar diri manusia, kemudian disistematiskan dalam kepercayaan kepada benda-benda keramat, azimat, rah nenek moyang,para dewa dan terus mengalami penyempurnaan ahirnya kepada Tuhan.perkembangan masyarakat dari sederhana sampai titik sempurna penguatan kepercayaan atau keyakinan secara EVOLUSIONER inilah yang menghantarkan manusia melewati dari”polytheistik” dalam kepercayaan, manjadi “monotheistik” mempercayai atau mengimani kepada Allah. Setelah manusia ber tauhid, maka kepercayaan manusia dituntut dengan benar dan beribadah hanya kepada Allah Tang Maha Esa,Yang Maha Penolong dan Maha Pengasih kepada semua mahluknya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang terkan dung dalam makalah ini adalah ;
1.      Pengertian tentang Realisasi agama dan budaya ?
2.      Apan itu Prinsif Tauhid Sebagai Basis Realisasi ?
3.      Bagaimana tata cara bertauhid yang benar?
4.      Pengertian agama dalam kebudayaan ?
5.      Apa saja faktor yang mempengaruhi praktik agama ?
6.      Apa kaitannya bertemunya agama dan budaya?


C.     TUJUAN PENULISAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada penulis dan juga sebagai pembelajaran bagi penulis. Disamping itu, penulisan makalah ini juga diharapkan untuk :
1.      Mengetahui tentang pengertian realisasi agama dan budaya .
2.      Mengerti apa itu Pengertian prinsif tauhid sebagai basis relasi
3.      Memahami tata cara bertauhid yang benar
4.       Faham mengenai agama dalam budaya
5.      Mengetahui  faktor praktik yang mempengaruhi dalam agama
6.      Mengetahuitentang bertemunya agama dan budaya




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PRINSIF TAUHID SEBAGAI BASIS RELASI
Dalam sejarah perjalanan manusia yang diwarnai serba kontradiktif pada proses spritual dan budayanya Tidak mungkin ada peradaban di dunia tanpa keyakinan dasar (basic belief)
1.      Sebaliknya, setiap peradaban di muka bumi ini pasti memiliki keyakinan dasarnya masing-masing. Berbagai keyakinan dasar yang dimiliki satu peradaban tersebut kemudian berakumulasi menjadi pandangan dunia (worldview)
2.      Sedangkan worldview inilah yang menjadi cara setiap orang memahami  kehidupan, serta menjadi asas bagi setiap kegiatannya
3.      Berbagai persoalan dan kegiatan yang difahami dan didasarkan pada prisma pandangan hidup tersebut mencakup masalah apapun, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya.
4.      Tauhid adalah keyakinan mengenai Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang tidak beroknum dan bersekutu.
5.       Yang merupakan sumber segala suatu dan karenanya paling layak dan berhak untuk diagungkan. Keyakinan demikian berkembang menjadi prisma pandangan hidup tauhîdî yang melihat kehidupan dalam prinsip-prinsip kesatuan. Dari pandangan hidup tauhidi ini, konsep ilmu yang secara alamiah tumbuh dan matang dalam Islam dicirikan dengan keterhubungan dengan Tuhan, memperhatikan aspek materi-ruh dan dunia-akhirat, serta menerima adanya satu nilai yang final bersandar pada wahyu.

6.      Masalahnya, ketika hari ini peradaban Islam berada dalam posisi terhegemoni peradaban Barat, ilmu yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Islam didominasi oleh ilmu yang dikembangkan oleh peradaban Barat tersebut. Padahal, Barat memiliki keyakinan dasar yang menafikan Tuhan (ateis).

7.      yang kemudian mengkristal menjadi pandangan hidup sekular (secular worldview) dengan ciri meniadakan unsur-unsur keanggunan pada alam semesta (disenchantment of nature), menidaksakralan politik (desacralization of politics), serta menafikan finalitas nilai (deconcecration of values).
8.       Hal tersebut bukanlah persoalan sederhana karena pada gilirannya pandangan hidup dari anak-anak peradaban Islam yang keyakinannya tauhid menjadi tersekularkan. Sehingga dalam konsep keilmuan dan sistem berfikirnya, iman tidak berhubungan dengan ilmu, alam semesta sepenuhnya material, menolak keberadaan alam metafisik, menyandarkan kebenaran pada alam empiris dan rasio, mempertentangkan sifat subyektif-obyektif ataupun rasionalisme empirisme pada ilmu, dan sebagainya. Maka bukan hal yang mengagetkan jika muncul pernyataan-pernyataan seperti: “Tuhan kan mutlak, manusia yang relatif tidak mungkin bisa mencapainya”, “jika mengkaji persoalan demikian, lepaskan dulu imannya”, “yang tidak rasional dan tidak ada bukti fisiknya tidak bisa dinyatakan benar”, dan sebagainya.
Namun realitasnya, kebutuhan manusia akan peran tuhan dalam kehidupan menjadi beragama dari sisi implementasi, sehingga wujut keimanan manusiabesar ada pada agama-agama besar dan ada sebagaian kecil menganut pada athiesme. Bagi orang yang mampu menunaikan kewajiban dan dilaksanakan ajaran agama yang sempurna , itu artinya seorang muslim yang terjaga solat dan puasanya ,terjaga zakat dan hajinya, karena mereka memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyempurnakannya.
Cara bertauhid secara benar menurut islamdi gariskan dalam AL-Qur’an surat AL-Ankabut ayat 56”Hai hamba-hamba ku yang beriman, sesungguhnya bumi ku sangat luas maka sembah lah aku” Ayat memberi pelajaran bahwa bertauhiditu urusan hati  “keyakinan”dengan segala kesungguhannya dari seorang hamba kepada Yang Maha Kuasa dan yang berhak Disembah.oleh kareana itu, Allah menandaskan kembali prinship tauhid dalam surat AL-Hasr ayat 18,”haiorang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwawalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip tauhidmenurutislam sebagaimana di tegaskan Allah dalam Al-Qur’an tersebut, maka tauhid memiliki relevansi dengan pengakuan, penyembahan, ketaqwaan dan ketawakalan kepada Allah. Apa yang dikerjakan setiap mahluk tidak luput dari pengteahuan dan pengawasan Allah. Tindakan apapun dari seorang hambayang melebihi kewenagan Allah, mereka tidak bisa melepas dari pengawasan-Nya, maka sungguh sangat membahayakan ketauhidan mereka, karena keyakinan mereka di selimuti kesombongan, keangkuhan dan merasa benar sendiri menjadikan mereka sulit keluar dari kubangan kesesatan yang menjerumuskan.
Prinsip dasar menjadi penting sebagai argumentasi ketika islam yang sosiologis harus membanggun relasi dengan kebudayaan. Persoalan tauhid menjadi kerangka ukur dari sebuah proses ketika manusia mereproduksi sosial dan budaaya. Kisah lukman menanamkan tauhid kepada anaknya menjadi lembar pembukaan bagai manan tauhid itu harus disampaikan kepada manusia sejak usia dini. Kata-kata”wahai anakku, jangan lah musrik kepada Allah “ dari seorang lukman kepada anaknya menjadi proses pembelajaran penting bahwa penanaman tauhid memerlukan sentuhan humanis bukan idiologi yang keras dan menakutkan.
Penanaman ketauhidan dengan penuh kasih sayang, menjadikan eksistensi tuhan , biasa terpatri dalam sanubari hambanya. Harus disadari, proses ketauhidan memerlukan sebuah prosese panjang dan pendalaman  dengan warna pengalaman spritual masing-masing secara beralahan akan sampai bangunan tauhid yang kuat. Ketika mata melihat berbagai keagunggan Tuhan, telingga mendenggar berbagai cerita-cerita tentang keimanan, dan qolbu menghayati desiran tauhid, maka yang terjadi adalah getaran jiwa_jiwa yang sejuk dan tenang dengan sebuah ketundukan dan kepatuhan akan keberadaan Tuhan Yang Maha Pemurah, Pengasih dan Penyayang.
Kesadaran atas keyakinan yang dibangun dengan pondasi kasih sayang sebagai wujud pancaran kasih sayang Allah, akan melahirkan prilaku satuan sebagai wujud hamba-hamba yang diselimuti kasih sayang-Nya Allah. Sikap menghargain tahapan dan kadar kemampuan bertauhid seseorang, bukan perkara mudah dalam alam pluralisme kebudayaan ketika bersentuh dengan modernisasi dan liberalisasi sosial keagamaan. Kesesatan tauhid sangat mudah terjadi pada siapa saja. Orang yang membangkang diri atas pemikirannya yang jauh dari kemampuan kailmuan, berpeluang menggelincirkan tauhid seseorang.
Padahal kalau bicara tentang tauhid, allah dengan segala hak-hak nya secaraa jelas tegas menandaskan yang terdapat dalam surat Yunus (105); Dan (aku telah perintahkan):”hadap kanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ihlas, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musrik. (106); dan jangan lah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberimu mudhorot kepada mu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguh nya kamu kalau begitu termaasuk orang-orang yang zalim.

Memerhatikan ayat AL-Quran tersebut, batasan-batasan antara tauhid dan musrik sudah sangat jelas (qa’i), bukan wilayah abu-abu(dzani) yang harus diperdebatkan dan diperselisihkan anrata satu orang dengan orang lain. Janganlah dengan sebab sebuah kebodohan dan kesombongannya, manusia merangkak memasuki wilayah hak allah, karena bukan mustahil orang akan dijerumuskan dalam lembah kesesatan akibat perilaku dirinya sendiri. Oleh karena itu, Allah mengingat kepada hamba-hanbaNya untuk selalu menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka.
Istilah menjaga dalam konteks ketauhidan, sangat berbeda dengan kata”perangi atau musuhi”, karena dalam tugas menjaga memiliki konotasi agar orang-orang dijaganya  tidak melakukan pengingkaran atau penyembahan selain Allah, kalau terjadi pengingkaran dan penyembahan selain allah , maka tugas penjaga adalah mengingatkan dan meluruskan kembali terhadap peristiwa (pengingkaran dan menyekutukan) kepada Allah.
Menjustifikasi kemusrikan seseorang bukan menjadi wilayah tugas penjagaan, kalau diantara kita ada yang memaksakan  diri melakukan justifikasi atas ketauhidan seseorang, maka tindakan mereka sudah melampaui batas kewenanggan penjagaan, dan iyulah dalam agama di istilahkan dengan perbuatan zalim, karena melakukan perbuatan melampaui batas-batas yang sudah di tentukan. Inilah bentuk kesesatan tauhid dalam sebuah agama, dimana agama tidak mengajarkan tapi umatnya yang membuka wacana sendiri dan mengembangkannya sendiri untuk mempengaruhi orang lain.
Sistem kepercayaan kepada Tuhan yang di bangun melalui aturan yang adad dalam kitab suci yang dilengkapi dengan ritual atau amalan ibadah akn menjadikan tingkat kesempurnaan keagamaan seseorang menjadi lebih baik,. Iman yang dimiliki seseorang pada dataran implementatif berbentuk melalui sarana dan prasaran yang dalam agama disebut dengan Simbol-simbol agama sebagai sarana mengempirikan unsur-unsur empiris agama. Oleh karena itu logis, perbedaan keyakinan terhadap tuhan, dan implikasi selanjutnya adalah terjadinya perbedaan cara ibadah, perbedaan kitab suci, dan perbedaan sarana prasaran  agama. Ahirnya ketaatan yang muncul kepada tuhan dalam bentuk ibadah seseorang, sementara untuk pada sisi sosiologis nampak masih menjadi pertanyaan yang harus didiskusikan.
Kita sudah terbiasa berfikir linier mengasumsikan atas sisitem kepercayaan dan sarana ibadah yang dimiliki setiap agama, bahwa agama telah membantu mendorong terciptanya dan terlaksananya kewajiban-kewajiban sosial, sehingga agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh. Kemudian agama juga telah berhasil memainkan peranan vitaldalam memberikan kekuatan memaksa mendukung adat istiadat yang berlaku, hubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang timbul oleh Sakral(Nottingham 1997:36).
Poin penting yang dapat dipahami dari reproduksi “cipta,rasa dan karsa”dalam tata kelola kehidupan manusia adalah perlunya nilai-nilai yang mewarnai proses produksi yang tetap berbasis pada nilai-nilai tauhid. Alur pemikiran manusia atas reproduksi kebudayaan dipastikan akan melakukan penolakannya, kalau nilai-nilai tauhid samasekali tidak diindahkan, terlebih lagi harus bersebrangan dengan nilai-nilai tauhid. Untuk menjamin keharmonisan antara agama dan budaya dalam alam realitas, maka keduanya harus sama-sama menunjukan eksistensinya bukan saling mengasikan.

B.     AGAMA DAlAM BUDAYA
Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, walaupun dua-duanya berbeda. Manusia memang membutuhkan agama dan kebudayaan adalah sebagai sarana penyempurna dirinya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya. Begitu juga dengan agama, untuk membantu membangun basis kultural di masyarakat akan membutuhkan kebudayaan. Hubungan fungsional tersebut , menjadikan kebudayaan yang ada tidak akan keluar dari bingkai tauhid. Oleh karena itu, kebudayaan yang sedang berkembang sangat membutuhkan agama dalam upaya menunjukan eksistensinya. Dari sinilah keduanya telah terlihat saling melengkapi dan saling mendukung pada wilayah-wilayah religio-kultural dalam kehidupan manusia,

Kebudayaan adalah ide-ide, gagasan, kelakuan sosial sedangkan benda-benda kebudayaan adalah sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk mencapai sebuah kemajuan. Berkarya adalah sebuah hasil kebudayaan. Manusia akan menemukan dan menghasilkan kebudayaan disaat manusia masing-masing menghasilkan suatu karya.
Kemampuan manusia mewujudkan alam pikiran menjadi alam realita yang diproduk menjadi kebudayaan yang tidak pernah berhenti. Dan sudah menjadi tugas kekhalifahan yang disanggupinya, ketika makhluk lain tidak sanggup menanggungnya.

Manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Begitu juga dengan berkarya, berkarya tidak sempurna bila tidak dengan bantuan orang lain. Mansuia sangat membutuhkan agama dan pertolongan kekuatan Tuhan dalam setiap pekerjaan yang ditanggungnya.
Telah menjadi sebuah takdir, mausia dilengkapi oleh Alloh dengan hal-hal yang berkaitan dengan kecerdasan, ide-ide, pemikiran, rasa serba ingin, tingkah laku dan perbedaan perilaku diantara manusia. Semuanya adalah satu sistem yang mengarah kepada proses yang nantinya akan menghasilkan sebuah kebudayaan. Bertemunya agama dan kebudayaan  dalam diri manusia, dimana agama akan masuk dalam keyakinan dan kebudayaan, maka titik utama berada pada ide atau gagasan yang sedang dibangun, sehingga tidak terjadi sebuah kontra dengan sebuah daftar keinginan manusia.
Adanya agama dan kebudayaan dalam kehidupan manusia, karena keduanya melekat pada manusia. Kebudayaan saling mempengaruhi secara timbal balik. Mau islam atau kafir adalah pilihan sadar akal manusia. Setiap manusia telah diperintah untuk menggunakan akal pikirannya, dan ini adalah perintah berbudaya. Dan akhirnya islam dan kebudayaan hidup bersama tanpa pertentangan. Kedekatan antara agama dan kebudayaan sebagai perilaku manusia menuju kesempurnaan. Dan jika kebudayaan terpisah akan menjadi mala petaka, kecenderungan mementingkan yang serba materiil dan serba dunia dan akan melalaikan manusia dari sisi akhirat. Agamapun tidak membedakan kecintaannya dan bahkan didorong untuk mewujudkan keseimbangan untuk kebaikan pada dunia dan akhirat.
C.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI  PRAKTIK AGAMA
Pada dasarnya setiap agama mempunyai ajaran dan perintah kepada umatnya dan umat-umat tersebut pun diharapkan dapat mematuhi norma-norma yang lahir dalam agama tersebut. Walaupun ajaran yang diperintahkan ada yang bersifat wajib dan ada pula yang sunah. Tetapi entah itu wajib ataupun sunah mereka berdua tetap sebuah amalan yang mulia bagi manusia dihadapan Tuhan. Hanya saja kadar posisinya yang berbeda, namun ketika iman dan ibadah tersebut diletakkan pada dunia sosial manusia, akan menjadi beragam wujudnya karena dipengaruhi beberapa nilai-nilai sosial dan kultural yang ada pada masyarakat.
Esensi dari agama islam adalah ketundukan, kepasrahan dan kepatuhan seorang hamba kepada Sang Khaliq, yang pada akhirnya akan menemukan sebuah kebahagiaan. Semuanya telah tertata rapi oleh nabi ke dalam bentuk ibadah yang mana sebagai bentuk kepatuhan manusia kepada Tuhan.


Ada dua jalan masuk untuk mengampu tanggung jawab sebagai muslim.
 Pertama, seseorang dikatakan beragama islam dan memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan ibadah, dihitung saat pertama kalinya mengucapkan lafadz syahadat. Dan dengan bersyahadat adalah salah satu pilar terpenting dalam agama islam.
Kedua, setiap muslim harus konsisten menjalankan amal ibadah untuk mencari keridhoan-Nya sebagaimana yang telah diperintahkan Alloh untuk para umat-Nya. Semua kepatuhan, kepasrahan manusia semata-mata untuk mencari keridhoan Alloh dan itu adalah kata kunci dari ibadah.
Pandangan Al-Ghozali tentang kemurnian sifat manusia, manusia terlahir dengan kedaan yang baik. Dan untuk mendatangkan kebaikan, ia harus memelihara dan mengembangkan kebaikannya itu secara maksimal.
Langkah selanjutnya sesudah membaca dua kalimat syahadat adalah melakukan amal ibadah. Bertaqwa kepada Alloh, agar terjadi interaksi hamba dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitar.
Semakin banyak nilai ibadah seseorang, maka akan tinggi pula nilai kadar keimanannya. Begitu juga sebaliknya. Dan jika melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dengan diniatkan karena Alloh, maka perbuatan-perbuatan tersebut dinamakan dengan ibadah. Dengan begitu, Alloh akan memberikan balasan yang setimpal terhadap orang-orang yang telah melakukan perbuatannya selama hidup di dunia. Semua balasan akan diberikan pasca kematian seseorang dan kehancuran dunia. Antar orang baik dan orang yang jahat, akan mendapatkan porsinya masing-masing yang mempunyai perbedaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik pengalaman ajaran agama :

1.    Faktor sejarah
Proses perjalan waktu akan menunjukan sebuah perubahan, mulai dari kondisi alam, interaksi sosial, akulturasi agama dan budaya.faktor tersebut berpengaruh dalam menentukan praktik pengamalan ibadah.tidak mungkin kemungkinan dalampelaksanaan ibadahmasa lalu masih menjadi bagian yang dilestarikan dalam islam

2.    Fungsi agama
Agama adalah suatu sumbangan untuk mewujudkan adanya kesholehan pribadi dan kesholehan sosial. Karena manusia akan menjalankan perintah-perintah agama sampai pada titik kesempurnaan.agama menjamin kelancaran hubungan antaraindividu dengan tuhan. Nottingham manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk kelangsungan hidupdan memelihara sampai batas minimalagama memiliki daya paksa untuk melaksanakan kewajiba-kewajiban mminimal diperlukan untuk mempertahankan ketertiban masyarakat  dalam peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.kemudian agama juga telah memainkan peranan vital dalam memberikan kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat istiadat(nottigham 1997:35-36)

3.    Kesadaran dan pemahaman terhadap agama
Agama satu memberi elongaran kepada umatnya untuk menjalankan ajaran agama dengan suka rela dan tanpa paksaan. Namun pada kondisi tertentu islam memberi kewenangan dengan ketat memaikan peran daya paksanya untuk mewujudkan sebuah kesetabilan sosial. Namun secara sosiologis, peraktik pengamalan agama itu sangat di pengaruhi oleh adanya kesadaran dan pemahaman manusia terhadap agamanya. Proposi kesadaran dan pemahaman agama memang menjadi lebih domona ketimbang daya paksanya untuk pengamalan praktik agama . 


D.    BERTEMUNYA AGAMA DAN BUDAYA
.               Agama dan budaya dalam praktik keseharian harus menunjukan tingkat keharmonisan.  Meski tanpa harus menghilangkan jai diri masing-masing .Karena agama bersumber pada keyakinandan kebenaran hakik yangitidak mungkin lebur dalam sebuah kebudayaan ditengah perubahan sosial. Agama dan budaya harus melakukan kerja sama untuk mengantisipasi masalah kemanusiaanyang akan terjadi di era globalisasi. Problem-problem unuversal tentang kemanisiaan tersebut merupakan pilihan paling mungkin untuk mempertemukan antara agama dan kebudayaan.
Dalam kitan persoalan ini lebih spesifik bisa ditanggulangi secara bersama sebagai akibat dari kemajuan zaman menjadi tidak krusial ketika umat islam jika iku ambil bagian dalam menghadapi perso’alan yang mungkin timbul di masyarakat isu-isu modernisasi dan globalisasi dengan segala efeknya bukan menjadi alasan pembenaran untuk tidak tampil menjadi penjembatan pengurai persoalan manusia berbudaya akan selalu hadir bersama problematikanya dan kemampuan mengurai menjadi lebih manfaat sehingga tatanan kehidupan manusia  menjadi lebih baik
Manusia berbudaya akan selalu hadir bersama problematikanya dan kemampuan mengurai menjadi lebih manfaat, sehingga tatanan kehidupan manusia akan menjadi lebih baik. Kehadiran islam sangat diperlukan, ketika gempuran modernisasi akan menyerbu ke jantung-jantung tradisi, yang mengakibatkan budaya pada titik nadir dan harus diselamatkan. Dan disini agama menjadi sangat penting untuk menyelamatkan kebudayaan.
Transformasi pasti terjadi di masyarkat berbudaya harus sama-sama dijaga oleh kelembagaan agama dan sosial. Peran ini jelas untuk mencari jalan keselamatan sebagai bentuk sunmgangan agama terhadap kebudayaan agar tidak mengalami  kepunahan. Dalam kasus ini, jelas kehadiran islam mutlak diperlukan ketika gempuran modernisasi akan terus meyerbu ke jantung-jamtung tradisi, yang mengakibatkan budaya berada pada titik nadir dan harus diselamatkan. Dalam konteks ini jelas eksisitensi agama menjadi bagian penting dan harus mendominasi pemikiran-pemikiran yang memiliki relevasi dengan kebudayaan.
Ditengah keruwetan-keruwetan sosio-buadaya,dengan munculnya agenda-agenda global yang akan menggerusi nilai-nilai budaya lokal pada ahirnya setiap orang membutuhkan perlindungan agar keberadaanya tidak terancam dari kepunahan, sehingga budaya yang dimiliki masih tetap eksis. Islam dengan tawaran pembaharuan dan langkah-langkah penyempurnaan terhadap setiap budaya dan tradisi yang ada, pada prosesnya akan bertemu pada sebuah kebersamaan dan saling memberi manfaat. Langkah inilah yang akan mempertemukan islam sebagai sumber inspirasi kemajuan kebudayaan.
Peran manusia yang lengkap dengan potensi bawaan “agamis-sosial-kultura”, pasti tidak akan bisa menghindar dari arah yang menuju pada perwujudan kebaikan dan kemajuan. Ihtiar manusia ini lebih bersifat dinamis untuk mengelola dan mengarahkan atas dinamika sosial  dan budaya yang terjadi dengan tanpa mengesampingkan prinsif-prinsif islam. Pada titik inilah agama bisa bertemu dengan kebudayaan dengan tampilan wajahnya yang harmonis, untuk sama-sama menuju kemaslahatan umat. 



BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
            Jadi prinsif tauhid sebagai relasi merupakan hubungan yang dimana realitasnya tidak dapat dipisahkan dengan peran ketuhanan .namun realitas kebutuhan manusia akan peran tuhan dalam kehidupannya menjadi beragama dari sisi implementasi. Dan agama dalam budaya tidak dapat dipisahkan karena keduanya berkedudukan sangat penting yang dimana dalam proses kreatif dan inofatif manusia dalam kesehariannya sebagai penyempurna dirinya sebagai mahluk tuhan,mahluk sosial dan mahluk budaya.setiap agama mengerjakandan memerintahkan kepada umatnya , untuk memenuhi norma-norma yang dimana norma tersebut sudah di tetapkan sebagai ajaran dan pelaksanaan pengamalan ajaran agama yang sudah disistematiskan dalam keimanan dan ibadah ada yangmasuk dalamkategori wajib dan ada pula yang sunnah .

DAFTAR PUSTAKA
Sejarah islam dan budaya lokal  Kearifan Islam Atas tradisi Masyarakat(Khoiru Ummatin)



Comments

Popular posts from this blog

PROSEDUR dan manual MICROTRAINING (Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Praphrasing, Bertanya Membuka Percakapan, Dorongan Minimal, Interpretasi, Mengarahkan dan

KATA PENGANTAR اَلحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلاَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَ حْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَمَّا بَعْدُ. Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan dengan baik dan tepat waktu. Makalah yang penulis buat ini berjudul Manual dan Prosedur Microtraining  (Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Praphrasing, Bertanya Membuka Percakapan, Dorongan Minimal, Interpretasi, Mengarahkan dan Menyimpulkan Sementara) dibuat berdasarkan hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari berbagai buku referensi yang berkaitan dengan mata kuliah Komunikasi Konseling, serta berbagai informasi dari berbagai sumber lainnya. Dalam pembuatan makalah ini, penulis

BAB 3 PONDOK PESANTREN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

  BAB 3 PONDOK PESANTREN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA Materi

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw hingga sekarang sudah memasuki abad ke-15.Sepanjang waktu tersebut umat Islam menganut ajaran dan mengembangkannya hingga melahirkan kebudayaan Islam.kebudayaan Islam pada zaman klasik mencapai puncak kejayaan, memasuki zaman pertengahan kebudayaan Islam melemah drastis. Memasuki zaman modern kebudayaan Islam sedikit demi sedikit mengalami perkembangan. Bagi mahasiswa calon guru agama perlu mengetahui perkembangan kebudayaan Islam.Agar dapat menyadari bahwa maju mundurnya kebudayaan Islam terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selain itu mempelajari Islam dari aspek kebudayaannya akan menjadi bekal bagi guru, karena disekolah dan madrasah terdapat mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. 1.2    Tujuan Adapun tujuan penulis membuat makalah ini: 1.        Sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. 2.        Untuk memenuhi pembuatan tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan